Boleh dikunjungi
Rancangan Situs oleh
(Last Update 31.07.04)
Free Web Site Counters
Tulisan Terdahulu
kau liar menanggapi ucapanku
lantas kau tak lepaskan bibirmu dari bibirku
kau diam menatap bola mataku
lantas kau selimuti dirimu dan beringsut ke sudut kamar
kau mungkin lupa
jika aku memang tak pernah ada
bahkan untuk jiwaku sendiri
kenapa harus terhantui lagi dengan sebuah puisi lama?
atau memang telah terkunci hidupku pada satu huruf.
pada huruf yang kerap memikat
namun juga membuatku tercekat.
tawamu lalu surut
karena jiwa yang terparut
tanganmu tak lepas dari raga
tapi seakan hilang terbawa pilu rasa
yang kerap ingin menggapai mimpi.
menjelang lelap,
otot serasa mendekam dalam duka
semarak kerinduan
kendati rusuh menjaga ketenangan,
renyah mengunyah pagi.
melepas jaring pada laut yang tepat.
runut mata penuh semangat,
meniti jendela kecil di depan mata,
genjot terus peluh asmara,
lepas lelah yang rawan.
beri aku waktu untuk mencuri lagi ketenangan
diantara nafas-nafas yang hiruk
dan bergesekan
seperti ruas bambu yang tajam
lelah luar biasa
yang bertumpu pada isyarat-isyarat milik kita saja.
gendang terus ditabuh
dan seruling terus menelisik ujung telinga kita
yang menanti melodi.
tak pelak lagi menggelisahkan.
tak layak mentari
yang datang hampir pasti.
tak layak bulan
yang terus setia pada malam.
coba titiskan keceriaan
jelang terik yang runyam.
teramat runyam.
pada laut yang hanya menyukai
umpan teragung mereka.
tanpa pernah ingin menguap bersama dulu
menjadi awan
untuk kembali sebagai air hujan
yang membasahi bumi yang kering.
laut yang oportunis.
menyegarkan.
sungguh.
ingin segera catatkan apresiasi
pada jiwa-jiwa pejuang yang manis.
sambil bisik optimis
jika dunia akan lebih baik
dan kita baik-baik saja.
untuk mencari sejuta terang mentari
atau bulan
menatap dirimu dari kejauhan,
seperti bisa menyentuhmu
kapanpun kumau
lantas berteduh di rindang damai
yang selalu kau tuju
saat lelah.
angin kan mencarimu
untuk menyapa,
hingga mungkin kau lelap
sambil tersenyum.
serasa rancu
pada gincu-gincu palsu
yang memabukkan.
ingin kupindahkan saja kanvas
dan melukis wajah-wajah manis
pencuat senyum yang jujur.
aku ingin sang hidup berwarna,
melebihi gincu yang kerap menempel
pada sang pencetus dosa,
benci
dan dengki.
titip salam saja
sungguh tak bisa
seperti bisa membawa senyumanmu
penggalan sukma
pada jutaan malam kelam.
bukan tak ingin kutengok
dan lantas melewati masa-masa
yang kau bilang seronok.
aku hanya sedang mencari jutaan malam bercahaya,
yang penuh dengan senyummu
yang tak pernah maya.
menengok jauh ke belakang
jika hanya ingin menaburkan air mata.
sungguh malu pada jiwa
yang terus ingin beranjak maju
dan merendah.
jadi biarkan aku terbang
di atas permadani,
dan melihat semuanya dari balik awan
yang kadang terbang rendah
dan bersahabat.
dalam kotak musik yang terbuka.
melodi terus masuk manis,
sambil kau juga tak lelah
menusukkan rindu
yang mengikuti nafas-nafas
memburu penuh ambisi
hingga lupa pada suci
dan kedamaian
yang pernah mereka sentuh
meski hanya sebentar saja Telur telah menetas,
dan berharap tuk dapat terbang tinggi
dan kulihat seluruh dunia dari langit
yg ingin segera kupinjam.
Satu langkah bisa giring pada penyesalan.
Bahkan hingga berkali2.
Beruntung bisa kutunaikan dgn segelas kopi manis.
senja itu,
dear seperti clear...
mungkin aku semakin rabun
hingga ingin melenyapkan kekasih dan mengelana sendiri
kau bilang,
kerinduan padamu datang sebagai penyelamat
tak boleh ada air mata
haruskah ku meminta
menelan butiran kesakitan seperti neraka,
cobalah sejenak mengerti hilangku
mereka mencoba merapihkan seluruh amarah
aku hanya hidup dengan bayanganku sendiri
kau benar
kau selalu benar
kau bilang,
aku terlalu mengokohkan dinding pembatas
kau benar,
kau selalu benar
kau bilang,
aku adalah patung tanpa nyawa
kau hm...hm....,
kau selalu hm....hm....
ujung sembilu sudah sangat dekat dengan urat nyawa
harapan sudah setipis lapisan yang paling tak terlihat
kerinduan padamu seperti cahaya
meski aku tahu jika kerinduan ini
hanya menantikan kehampaan...
seperti janjiku pada sebuah senja
di ujung dermaga yang nyaris rapuh
tak boleh hilang
seperti inginku berbagi
pada seluruh penikmat rasa dunia
agar kau percikkan lagi cahaya itu
sekali lagi?
sekali saja lagi?
buaian itu demikian akbar,
menempatkanku tinggi sekali,
melebihi apapun
haruskah kau datang dengan paksaan?
atau aku cukup menunggu sambil menyiapkan sajian istimewa untukmu?
kalau kau mau tahu
seperti tak akan pulih indera rasa ini
untuk cicipi rona indah yang baru
mencegah sakit seakan hanya mimpi,
kalau kau mau tahu
selayak sampan yang tak tahu arah berlabuh
pada dermaga yang mungkin juga telah hilang
di sini memang gelap
di sini memang terendam sepi
cobalah hancurkan egomu
merendahlah pada kerelaan
mendekatlah pada ketiadaanku
satu demi satu
diurutkan seperti dadu
lantas dilempar
lantas berjudi pada hasil
mereka meminta sepatah kata untuk kutulis saja
tak perlu lengkap
cukup nukilan
puas dengan akhiran koma
namun aku diam
apa kau tak tahu bahwa aku juga sulit merapihkan amarah,
hingga aku terus menjajal kegelapan,
tanpa pernah tahu kapan lagi menemukan cahaya?
aku terlambat menemui buntu
terlanjur terbuai terus oleh tawa
kamu pun terkesan seketika di mula
tertipu dahsyat sebuah muka dua
langkah mungkin tak bisa mengikuti rasa cinta
sepatunya mudah usang
nafasnya mudah habis
belum lagi sesat oleh banyak sekali gelap
gelap mata
gelap nafsu
gelap rasa
jiwa kemudian mampir dan menebar debu penyegar
kau pun bisa membawanya kemana saja
kau pun bisa menitipkannya di titik rasa mana saja
titik rindu
titik marah
titik sedih
sedikit saja luka saat mengingatmu
betapa burung itu bisa terbang dan jatuh lagi dalam sekejap
namun kenapa selalu membuka jurang yang menganga demikian besar?
kau seperti Tuhan yang memiliki semua jenis rasa.
memaksaku tertunduk dan enggan menatap matahari lagi.
apa kamu pernah merasakan kerupawanan dunia
setelah detik-detik neraka?
kenapa tidak aku juga bisa merangkak setelah berjalan tegap?
betapa hujan serentak datang setelah panas yang menyiksa
kenapa tidak air mata juga bisa berhenti hingga aku bisa tersenyum?