Boleh dikunjungi
Rancangan Situs oleh
(Last Update 31.07.04)
Free Web Site Counters
Tulisan Terdahulu
aku akan membuat sebuah cerita besar
saat kau pulang nanti.
terutama pada kebaikan kita berdua.
hendak mati rasa.
menjejal lagi pikiran-pikiran kotor tentang kebekuan.
tentang kebisuan.
malas jelang setangkup sinar.
karena meringkuk seperti menjadi jejakan terindah.
ini keputusan terbaik mengenai cinta.
pernah ada kemungkinan tentang datangnya rasa tulus.
aku harap ada perhatian akan itu, dari jiwaku sendiri.
kukatakan berulang kali pada keakuanku,
bahwa kamu adalah yang terbaik.
kamu adalah penyeimbang seluruh kegoyahanku.
ini adalah jalan paling mulus dalam hidupku,
menikahimu untuk mendampingi selamanya.
dulu sekali,
jauh sebelum aku lahir sebagai seorang pembangkang.
kau ingin aku mengingatnya lagi?
untuk apa?
apa kau siap mencintai keterbelakangan pemikiranku akan cinta?
pernah pula ada satu orang lelaki yang mencantumkan sumpah serapah
pada permukaan batinku itu.
lelaki yang tidak pernah akan aku maafkan, mungkin.
terutama atas sakit bertahun setelah dikenai taburan cela.
kau tentu tak mau aku mendatangi lelaki itu dan membunuhnya, bukan?
jadi hentikanlah membangkitkan ketulusan dalam diriku,
karena selamanya aku akan memasang perisaiku.
abjad-abjad ironis itu mati.
hingga lecutkan apa adanya yang menyenangkan.
apa ini terpicu nikmat karena bercinta?
meski hanya jiwa yang bergelora,
atau karena memang itulah dasar seluruh picuan batin terindah....
deru pori-pori kita pernah bersentuhan tanpa batas,
bertaburkan emosi dan pelarian dari kesepian.
kamu lantas menangis dan mengutukku berkali-kali,
menjotoskan kata-kata pedas yang tak bisa kuredakan.
aku mendengarkan semuanya, seluruh kata.
aku mencoba memahami, seluluh lantak rasa.
namun teralis malah memasungku.
hingga remuk pikiran terbaik akan harapan.
hingga jatuh berdebam, mencari lubang perosoknya sendiri.
aku tidak pernah menginginkan kiasan
dari setiap kata-kata yang kau lontarkan
baik pagi, siang ataupun malam.
kau katakan saja sejujurnya tentang perasaanmu.
maka aku akan menyanjung keseharianku sendiri dengan segudang pujian.
keras jejak matamu menusuk batinku.
aku tak memakai perisai, duhai perempuan, ketika menjemput sosokmu.
aku sepenuhnya menyerahkan rentan hatiku pada cinta
yang kuharap meluncur bebas dari jiwa dan nuranimu.
aku selalu yakin bahwa murni cinta akan menemui sebuah utopia.
dimana utopiaku kali ini adalah dirimu, perempuanku.
keras jejak matamu mencacah jiwaku.
tak pelak lagi,
kau memang disejajarkan Sang Penyelaras Rasa untuk mendampingiku.
tak pelak lagi.
dengan kata lain,
aku mencintaimu.
lupakan saja seluruh salah tingkahku
ketika menciummu tadi malam.
lupakan juga seluruh kata-kataku yang gagap
dan terkesan sungguhlah membosankan itu.
aku memang tak seperti biasanya malam itu,
karena mungkin baru malam itu aku benar-benar menyadari bahwa aku mencintaimu.
aku memang seperti orang buta yang kehilangan tongkatnya.
dengan kata lain,
aku mencintaimu.