Boleh dikunjungi
Rancangan Situs oleh
(Last Update 31.07.04)
Free Web Site Counters
Tulisan Terdahulu
sebenarnya ingin kubalas lambaian tanganmu,
yang terus bergelora di ujung dermaga.
tapi aku tak akan kembali, gadis manis berkepang dua!!
jadi untuk apa aku sambut lambai tanganmu itu
dan menjebakmu dalam kerinduan omong kosong?
keinginan itu tidak perlu lantas kau gulung
beruntunglah hehujan siang ini,
meronta malam.
dan memilih untuk tiduri tikar lusuh itu lagi
atau makan remah itu lagi.
mimpi itu tidak lantas kamu buang dan bakar hingga hilang bau,
atau kau jerumuskan arahnya pada sebuah godaan dan khayalan,
pada pembuaian yang tidak akan pernah kamu hirau pikir.
mimpi dan keinginan itu adalah sepenuhnya milikmu.
mimpi dan keinginan itu adalah ujung terakhir nafasmu.
yang telah membasahi seluruh amarah.
beruntunglah hehujan musim ini,
yang telah mendinginkan panasnya pikiran sesat itu.
menggagahi keperawanan mata tentang darah.
ini adalah pembunuhan pertamaku.
ini adalah kejahatan pertamaku.
tidak akan selamanya matahari terbit di sebelah timur,
aku rasa.
suatu hari nanti,
matahari akan bergejolak atas gairah pembebasan
yang telah sekian lama membelenggu
sebagai sebuah kewajiban yang tidak dapat diganggu gugat.
tidak akan selamanya pula jiwa-jiwa ini tertindas oleh roh-roh jahat,
aku rasa.
aku pikir.
itu semua karena aku akan segera melawannya,
dan membenamkannya dalam lubang terjal tanpa kesempatan untuk bangkit kembali.
mungkin,
aku tak akan bisa menebus keruntuhan sebuah desa karena dosa bertahun,
karena sesat yang mengekal.
mungkin,
aku akan meneruskan perjalanan dan memilih untuk tak mampir,
memilih untuk abaikan.
mungkin,
aku pun akan menyesal karena tak pernah mencoba,
karena menyerah sebelum bertarung.
kau sisipkan setengah hati.
sejenak, nafas pun ragu
terbentur pada titik logika.
sejurus kata-kata telah diperhitungkan
untuk segera dikatakan kepadamu.
lintas langkah penempatan ekspresi
sudah dilatih sejak matahari masih malu-malu muncul.
siapa yang tahan dijadikan pengganjal rasa?
jadi lebih baik jika jalan itu ditempuh seorang diri.
kata-kata penyambut pagi kepadamu menjelma lebam.
aku membuka pintu depan rumahku
kesedihan pernah ingin pulang pada pelukan alam.
kamu meringis kesakitan,
lantas berlari,
memanjakan adrenalin dalam asumsi pikiranmu.
kita sudah menjejak ribuan langkah.
kita bahkan sudah menulis titik koma yang sama
tentang rasa-rasa
tentang mimpi-mimpi
tentang angka-angka.
tapi itulah.
seringkali rasa meletup karena tersandung kerikil
seringkali kita menggerus emosi dan marah
dan menyatakan belasungkawa.
terus terang aku gamang
dengan pemandangan yang kudapati di setiap langkah.
terus terang aku sedih,
dengan perbincangan yang tak lebih dari saling mencaci.
terus terang aku hanya terduduk dan diam.
sungguh sulit melawan arus
dan berdiri bertahan.
kesedihan pernah ditawarkan untuk bermalam,
di pondok gejolak rasa.
kesedihan pernah menegurku,
dan mengatakan dengan keras di depan mukaku,
tentang keputusanku yang teramat mementingkan diri sendiri.
tanpa coba untuk menghasut
atau menasihatiku secara berlebihan,
kesedihan malah membacakan dongeng untukku.
aku yang teramat bebal untuk dinasihati,
kemudian menangis,
menandai akhir cerita itu dengan keharuan yang luar biasa.
kesedihanku yang semula pernah ingin pulang pada pelukan alam,
dan pernah ditawarkan menginap di pondok gejolak rasa,
kemudian memutuskan untuk bercengkrama denganku di sini.
semakin tahu saja,
bahwa kesedihan adalah penyeimbang terbahak gembiraku.
titik-titik kesalahan berurai
bertemu dengan liarnya penyesalan.
kesedihan beranjak dari persembunyian,
kemudian merambati pundak-pundak perasaan.
telah aku tundukkan keinginan untuk mati.
menyisakan sedikit tenaga,
untuk menggelontorkan lagi guratan harapan.
tinggal rangka.
terbakar hangus seluruh daging,
menyisakan tulang yang membentuk rangka.
gurat mimpi.
mereka tak meminta untuk tertidur sekian lama,
apalagi dengan gurat mimpi buruk yang tak pernah berhenti.
andai dan hanya andai, kemudian.
jika dan hanya jika, lantas.
tapi itu hanyalah pelarian.
semua sudah terjadi,
dan hanya kuandalkan diriku sendiri
untuk menemani seluruh kegelisahan,
atau pula kesedihan.
tanpa jaminan atau janji apapun,
melainkan niat baik.
tak akan kubuat gundah.
aku hanya ingin membuat tawar seluruh kepahitan,
untuk kemudian berjuang lagi
mencari segenap rasa terindah dalam hidup.
tak akan kubuat resah.
hatimu adalah permata jalanku.
dan untuk itulah,
seluruh harapanku akan tertuju,
pada manisnya seluruh rasa.