Boleh dikunjungi
Rancangan Situs oleh
(Last Update 31.07.04)
Free Web Site Counters
Tulisan Terdahulu
seakan percuma menekan nomormu
seakan percuma mengetuk rumahmu
seakan percuma mengingatmu
kau tak pernah datang lagi
bahkan dalam runtuhan mimpi
kau tak pernah nyaring lagi
bahkan dalam bisikan sunyi
entah apa yang menahanmu untuk tak menemuiku
entah apa yang menempatkanmu dalam jeruji hingga terpasung
apa mungkin karena aku pernah melemparkanmu jauh,
tanpa alasan dan tanpa bisa menjawab ketakutan-ketakutanmu?
apa mungkin pula karena kau pernah dengar dariku
bahwa aku tak mungkin bisa mencintaimu?
aku hanya bisa menanti,
meski mungkin sampai matahari itu berlipat
meski mungkin sampai malam itu bergaul dengan panas yang terlalu
dhank ari
9 februari 2007
aku menyapa kalian lagi tadi malam,
merah (mu) adalah kawanan perasaan yang tak terbeli.
kapal itu sudah bertambat semenjak pagi.
kau beli istana itu dengan darah!
laparku seringnya tertahan saja
saat kalian masih terlelap dan bermimpi.
aku ingin membisikkan bahwa aku sudah siap menapaki dunia
aku sudah siap untuk belajar mengenal nafasku sendiri
aku menyapa kalian lagi tadi malam,
karena aku ingin membisikkan
bahwa aku akan datang mengetuk pintumu menjelang fajar,
mengajakmu bersiap untuk bertemu denganku.
maaf, ketuk pintuku kemudian riuhkan sakit dan pedih.
juga ketegangan.
pada kalian
aku juga berjuang,
untuk bisa bertemu.
kerinduan sudah ada sejak lama,
meski kita belum saling bertemu muka.
kini, aku datang.
setelah peluh.
setelah detak jantung yang berdesakan.
setelah rasa takut yang hebat.
setelah lelah dan semangat
setelah doa yang terus dipanjat.
kini aku datang.
dan aku mulai tahu bahwa aku akan memanggilmu umi dan abi,
nama yang kupersiapkan sejak lama namun belum berani kuungkapkan.
sama seperti nama yang akan segera umi dan abi torehkan padaku.
dhank ari
1 februari 2007
merah (mu) adalah yang pertama aku suka dari (mu).
janganlah kau menanggalkan merah (mu)
kecuali kau sudah tak cinta lagi pada (ku)
(untuk para pemilik dan pemakai helm merah)
dhank ari
28 januari 2007
sedih pun mengikuti,
menancapkan luka hingga mengkerut, tak sempat lagi mengering.
tak perlu berpura-pura tak tahu.
tak perlu pula kau hampiri aku lagi.
tadi malam sudah cukup.
aku tak sanggup lagi menatap wajahmu yang siap untuk berlalu.
aku tak siap mengunyah lagi kata-katamu yang rawan.
saat ini, aku tak tahu kau sebagai apa.
apakah kau adalah sang pohon yang melepas daun karena telah masanya gugur?
ataukah daun yang pergi akibat tertiup angin?
apapun itu, jangan kembali!
luka hari ini akan sulit disembuhkan esok hari.
sekujurmu sudah musnah.
tak tertolong lagi.
jadi biarlah kapal itu membawamu pergi,
dan biarkan pula aku membakar kenangan tentangmu di ujung dermaga.
dhank ari
28 januari 2007
banyak air mata yang kau gerus
banyak kemarahan yang terlontar.
tak lama, senjatamu berbalik.
air mata kini mencoba menggagahimu.
kau runtuh namun kau tidak ingin pincang
kau lemah namun kau urung berhenti
kau pun memilih tinggal di istana,
meski kau layaknya bensin
yang menjadi haram saat terlalu lama dalam jerigen.
kini kau dalam istana,
istana yang serupa jerigen.
meletupkan kontroversi.
kau seakan lupa bahwa kau semestinya sudah pergi.
tak diinginkan lagi istana ini.
tak pantas lagi.
(untuk para penimbun bensin)
dhank ari
28 januari 2007
hanya menyampaikannya malu-malu pada pikirku
dan tak ingin berharap banyak
laparku seringnya tercuai pasrah
hanya menyaksikan lahap mereka yang berdasi
sambil duduk lelah di ujung trotoar
laparku seringnya tergantikan tangis
hanya berdoa lagi tanpa menyimpan amarah
dan bermimpi lagi tentang sepiring nasi padang
(untuk bocah tukang semir sepatu di depan warung padang)
dhank ari
24 januari 2007